SEJARAH SINGKAT PSIKOLOGI KOGNITIF
Philosophical
Plato adalah seorang rasionalis. Rasionalis percaya bahwa untuk mendapatkan pengetahuan adalah dengan melalui analisis logika, yang mana tidak perlu melakukan eksperimen untuk mengembangkan pengetahuan baru. Sedangkan Aristoteles adalah seorang empirisis. Empirisis percaya bahwa kita memperoleh pengetahuan melalui bukti empiris yaitu, kita mendapatkan bukti melalui pengalaman dan pengamatan.
Rasionalis Prancis René Descartes (1596-1650) dengan "Cogito, Ergo Sum" (menurut saya, oleh karena itu saya), yang mana ia mempertahankan bahwa satu-satunya bukti keberadaannya adalah bahwa dia berpikir dan meragukan. Sebaliknya, seorang empiris Inggris John Locke (1632-1704) percaya bahwa manusia terlahir tanpa pengetahuan dan oleh karena itu harus mencari pengetahuan melalui pengamatan empiris. Istilah Locke untuk pandangan ini adalah Tabula Rasa (artinya "Blank Slate" di Latin).
Pada abad kedelapan belas, filsuf Jerman Immanuel Kant (1724-1804) secara teralitik disintesis pandangan Descartes dan Locke, dengan alasan bahwa rasionalisme dan empirisisme memiliki tempat mereka. Keduanya harus bekerja sama dalam pencarian kebenaran.
Psychological
Strukturalisme berusaha untuk memahami struktur (konfigurasi unsur) dari pikiran dan persepsi dengan menganalisis persepsi tersebut ke komponen konstituen mereka (afeksi, atensi, memori, sensasi, dll.). Tokoh yang termasuk dalam aliran ini adalah Wilhelm Wundt (1832-1920) yang mengembangkan metode introspeksi (yang tampaknya disengaja dalam ke arah kecil informasi yang melewati kesadaran). Tujuan introspeksi adalah untuk melihat komponen dasar dari suatu objek atau proses. Selain itu, seorang pengikut Wundt yang bernama Edward Titchener (1867-1927) turut membantu dengan membawa strukturalisme ke Amerika Serikat.
Fungsionalisme berusaha memahami apa yang orang lakukan dan mengapa mereka melakukannya. Karena fungsionalitas diyakini menggunakan metode mana saja yang paling menjawab pertanyaan peneliti yang diberikan, nampaknya alami untuk fungsionalisme telah menyebabkan pragmatisme. Salah satu tokoh dalam aliran ini adalah William James (1842-1910) yang kontribusi dalam bidang psikologi dengan satu bukunya Principles of Psychology (1890/1970). Selain itu ada juga John Dewey (1859-1952) seorang pragmatis awal yang sangat mempengaruhi pemikiran kontemporer dalam psikologi kognitif. Dewey diingat terutama untuk pendekatan pragmatis untuk berpikir dan sekolah.
Asosiasime mempelajari bagaimana unsur pikiran, seperti kejadian atau gagasan, dapat menjadi dikaitkan satu sama lain dalam pikiran untuk menghasilkan bentuk pembelajaran. Pada akhir 1800an, Hermann Ebbinghaus (1850-1909) melakukan percobaan pertama yang menerapkan prinsip-prinsip asosiasi secara sistematis. Mary Whiton Calkins (1894) melaporkan fenomena memori yang disebut efek recency yang mengacu pada pengamatan bahwa ingatan kita sangat akurat untuk item akhir dalam rangkaian rangsangan. Selain itu, Edward Lee Thorndike (1874-1949) berpendapat bahwa peran "kepuasan" adalah kunci untuk membentuk asosiasi. Thorndike menyebut prinsip ini law of effect (1905), yakni sebuah stimulus akan cenderung menghasilkan respon tertentu dari waktu ke waktu jika sebuah organisme dihargai untuk respon tersebut.
Behaviorisme hanya berfokus pada hubungan antara perilaku yang dapat diamati dan kejadian lingkungan atau rangsangan. Pandangan ini dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-1936) dengan classical conditioning, John B. Watson (1878-1958), dan B. F. Skinner (1904-1990) dengan operant conditioningnya.
Kritik terhadap Behaviorisme. Edward Tolman (1886-1959) percaya bahwa semua perilaku diarahkan ke suatu tujuan. Tolman kadang-kadang dipandang sebagai nuansa psikologi kognitif modern. Albert Bandura (1977) mencatat bahwa pembelajaran tampaknya tidak hanya hasil dari penghargaan langsung untuk perilaku, namun juga bisa menjadi sosial (social learning), akibat pengamatan penghargaan atau hukuman yang diberikan kepada orang lain.
Psikologi Gestalt menyatakan bahwa kita paling memahami fenomena psikologis ketika kita melihatnya sebagai keutuhan yang terorganisir dan terstruktur. Menurut pandangan ini, kita tidak dapat sepenuhnya memahami perilaku ketika kita hanya memecah fenomena menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Pendekatan Gestalt untuk membentuk persepsi yang dikembangkan di Jerman pada awal abad ke-20 berguna terutama untuk memahami bagaimana kita melihat kelompok objek atau bahkan bagian benda-benda untuk membentuk keseluruhan integral. Didirikan oleh Kurt Koffka (1886-1941), Wolfgang Köhler (1887-1968), dan Max Wertheimer (1880-1943) dan didasarkan pada gagasan bahwa keseluruhan berbeda dari jumlah bagian-bagiannya.
Eksperimenb. Frederick C. Bartlett melakukan penelitian memori dengan menggunakan cerita panjang dan materi bermakna lainnya.
Psychobiology
Karl Spencer Lashley (1890–1958), dengan berani menantang pandangan behavioris bahwa otak manusia adalah organ pasif yang hanya menanggapi kontinjensi lingkungan di luar individu. Sebaliknya, Lashley menganggap otak sebagai pengatur yang aktif dan dinamis tingkah laku. Donald Hebb (1949) mengusulkan konsep jaringan sel sebagai dasar pembelajaran di otak. Seorang linguist Noam Chomsky (1959) menekankan basis biologis dan potensi bahasa yang kreatif.
Modern Cognitive
Psikologi kognitif mulai muncul pada pertengahan 1950-an. Pendekatan baru ini didorong oleh kekecewaan terhadap behaviorisme dan juga oleh pertumbuhan minat dalam linguistik, memori manusia, psikologi perkembangan, dan pendekatan pemrosesan informasi. Konvergensi perkembangan di banyak bidang menyebabkan munculnya psikologi kognitif sebagai disiplin yang dikritisi, yang dipelopori oleh orang-orang terkemuka seperti Ulric Neisser (1967) dengan bukunya Cognitive Psychology, Jean Piaget dengan penelitiannya tentang proses berpikir anak, George Miller (1956) memperkenalkan konsep tentang channel capacity, Jerry Fodor (1973) mempopulerkan konsep tentang modularity of mind, dan Franz-Joseph Gall pada akhir abad ke-18 yang percaya bahwa pola benjolan dan pembengkakan pada tengkorak secara langsung terkait dengan pola keterampilan kognitif seseorang. Selain itu, terdapat pendekatan pemrosesan informasi yang paling terkenal yakni model Atkinson-Shiffrin (1968), yang mengusulkan tiga sistem penyimpanan-memori yang berbeda. Selanjutnya, Allen Newell dan Herbert Simon (1972) mengusulkan tentang model rinci pemikiran manusia dan pemecahan masalah dari tingkat paling dasar sampai yang paling kompleks.
DEFINISI PSIKOLOGI KOGNITIF
Psikologi kognitif adalah studi tentang bagaimana orang melihat, belajar, mengingat, dan memikirkan informasi. Seorang psikolog kognitif dapat mempelajari bagaimana orang melihat berbagai bentuk, mengapa mereka mengingat beberapa fakta tapi lupakan orang lain, atau bagaimana mereka belajar bahasa (Sternberg & Sternberg, 2012).
METODE PENELITIAN PSIKOLOGI KOGNITIF
Eksperimen laboratorium atau terkontrol lainnya merupakan sebuah metode guna mendapatkan contoh kinerja pada waktu dan tempat tertentu.
Penelitian psikobiologis merupakan sebuah studi otak hewan dan otak manusia, dengan menggunakan studi pastmortem dan berbagai tindakan psikobiologis atau teknik imaging.
Self-Reports, seperti verbal protocols, self-rating, diaries yang bertujuan untuk mendapatkan laporan peserta tentang kognisinya sendiri yang sedang berjalan atau terulang.
Studi kasus merupakan sebuah metode yang terlibat dalam studi intensif tentang satu orang individu, gambar kesimpulan umum tentang perilaku.
Observasi naturalistik dilakukan dengan mengamati situasi kehidupan nyata, seperti di kelas, pengaturan kerja, atau rumah.
Simulasi komputer dan kecerdasan buatan (AI). Simulasi: Mencoba membuat komputer mensimulasikan kinerja kognitif manusia pada berbagai tugas. AI: mencoba membuat komputer menunjukkan kinerja kognitif cerdas, terlepas dari apakah prosesnya menyerupai pengolahan kognitif manusia.
SUMBER
Sternberg, R. J., & Sternberg, K. (2012). Cognitive Psychology, 6th Edition. USA : Wadsworth, Cengage Learning.
Matlin, M. W. (2005). Cognition, 6th Edition. USA : John Wiley & Sons, Inc.
Komentar
Posting Komentar